Sahabat Waktu, Tetaplah Sahabat

 

Saling mengingatkan, saling menasehati, saling membantu, dalam kebaikan itulah arti sahabat. Terkadang seseorang memiliki satu sahabat dari masa kecil hingga dewasa bahkan sampai buyut. Ada juga  yang memiliki sahabat di waktunya masing-masing. Misalnya saat SD, SMP, SMA, kuliah mempunyai sahabatnya sendiri-sendiri sesuai tempatnya. Namun tidak akan terlupa sahabat-sahabatnya dulu meski sudah berganti waktu bahkan hingga tua nanti. Akan selalu teringat bagaimana saat bermain, mengerjakan tugas, capek-capek, bersama mereka sahabat kita. Teringat keterkejutan kita saat ada sesuatu baru yang diberikan sahabat kepada kita entah itu hadiah, ucapan atau apapun itu. Masih saja terngiang candaan yang selalu bersama dilontarkan. Nyuri jambu tetangga dirumah orang menjadi kenangan yang juga indah saat bersama sahabat diwaktu kecil. Kemudian memutar kembali ingatan itu walau sejenak hanya untuk dapat tersenyum sendiri dan keinginan berbaur kembali saat berpisah sebentar maupun lama.

Aku termasuk tipe orang yang punya sahabat di tiap fase. SD, SMP, SMA, Kuliah, memiliki sahabat yang selalu bertambah dan berbeda. Saat SD, sering aku mengerjakan tugas dengan sahabatku satu ini. Bayangkan, baru sadar kebiasaan menunda tugas sudah ada sejak SD dan buruknya dibawa hingga sekarang –semoga cepat berubah-. Ternyata dengan lugunya dipagi buta setelah subuh karena kemarin tidak masuk sekolah, aku baru pergi menanyakan tugas kemaren dan tidak jarang langsung mengerjakan tugas itu dirumahnya sebelum berangkat. Beruntung tempat tinggal sahabat saya satu ini tidak jauh dari rumah hanya berbeda RW. Lebih sekedar teman. Mungkin belum punya rasa malu bertamu di rumah orang dirumah teman perempuan sebelum orang itu bangun bahkan. Terkadang baru menyadari jikalau dialah sahabatku saat itu baru-baru ini. Mungkin setelah mengerti apa itu sahabat.

“Dho, dah bisa naek motor?” kata salah satu sahabatku saat SMP. “Belum” kataku. “Sini tak ajarin. Kamu langsung yang didepan ya. Sepedamu biar Didit yang pake.” Ketika itu memang ada dua sahabatku yang maen kerumah sebelum mengikuti kegiatan ekstra kurikuler pramuka. Orang tuaku memang belum memiliki sepeda motor ketika itu dan mereka berdua datang dengan mengendarai motor. Tidak disangka salah satu dari mereka berkorban untuk menaiki sepedaku ke SMP 3 waktu itu dan yang lain mengajariku motor. Tak terduga anak yang tak punya motor ini bisa naik motor. Dan yang paling tak disangka, ada yang mau berkorban capek-capek sepedahan agar bias melihat orang lain senang. “kamu naek sepeda gak papa, Dit?” tanyaku. “Gak papa, temen sendiri kok.” Hal yang tak terduga ini yang selalu kukenang. Bukan hanya karena sudah mengajari naik motor, tapi lebih dari itu. Nilai pengorbanannya, yang meski kecil sangat berarti.

Jadi kami ber-16 waktu itu. Satu organisasi, satu rasa meski berbeda sifat. Itu uniknya bila organisasi siswa yang dibangun dari rasa senasib sepenanggungan yang dibiasakan sejak kita bertemu. Meskipun seleksi alam yang tidak cocok akan menyingkir. Setelah terbentuk pun juga ada ketidak cocokan namun masih bisa ditekan hingga hilang tak bersisa. Di dalamnya pun masih ada dua sahabat yang selalu bareng kalo keluar malam. Bareng pas kabur pelajaran di BaseCamp. Cengar cengir jadinya saat ingat saat-saat SMA itu. Kata orang masa SMA adalah masa yang bakal tidak akan terlupa. Dan benar adanya. Masa yang tidak akan terlupa adanya. Karena memang saat itu saat-saat aktualisasi diri di kembangkan. Saat mencari jati diri yang baru saja menemukan arti jati diri itu sendiri. Ternyata benar adanya. Sahabat dimasa itu awet hingga saat ini, disamping sahabat lain yang beberapa kali masih berhubungan. Dan lagi-lagi, tahu itu adalah sahabat ya baru-baru ini. Mungkin ketika menulis artikel ini. Setelah mengingat-ingat kembali, membayangkan kembali masa-masa dulu.
            Rasa saling percaya dan mengerti bertambah dan terpupuk awet. Alasan kuliahku pun salah satunya dari sahabatku satu ini. Ketika itu aku sudah lama berikhtiar untuk mencari sekolah lanjutan yang dapat langsung menjamin karir dimasa depan. Kedinasan mungkin dipikiranku saat itu. Tapi apa daya tidak diterima meski sudah banyak mencoba untuk mendaftar di lebih dari tiga sekolah kedinasan. Setelah akhir pendaftaran di akhir tahun, kuputuskan untuk kerja saja. Saat kerja juga masih berpikir untukseklah lanjutan. Aku berpikir akan tetap kerja dengan kuliah di universitas swasta entah nanti dimana. Setelah berjalan setengah tahun bekerja, sahabatku satu itu menelephon dan menanyakan mau tidaknya aku kuliah. Jelas mau jawabku waktu itu. “Aku ada rejeki ni Dho, tak bayarin tiket testmu nanti. Kalo diterima, nanti tinggal sama-sama aja. Masalah biaya hidup gampanglah, aku bisa bantu.” Percakapan itu yang saat ini terus terkenang. Kemauan membantu hingga masalah hidup seperti itu yang sangat tak terduga. Hingga kinipun kita masih naik gunung bareng, saling membantu, ngopi bareng, meski berbeda fakultas di universitas yang sama. Alhamdulillah beasiswa ETOS memerimaku, dan aku tidak membebani temanku itu terlalu berat.

Sahabatmu, sahabatku ada dimana-mana. Mungkin kita tidak merasa itu adalah sahabat kita. Seterlah beberapa lama kamu berpisah akan terasa ya itulah sebenarnya sahabat dekat kita. Membantu dalam kebaikan, mau berkorban, berbagi semangat, berbagi kebaikan, saling menyokong. Arti sahabat yang sebenarnya akan muncul seiring berjalannya waktu.
(buka-buka blog ketemu tulisan ini di draft... :D )

About this blog

my stats..

Recent Posts

Facebook Badge

Powered by Blogger.

Followers

About Me

My photo
MADIUN-SEMARANG, Indonesia
bergolongan darah 0 dan berbintang besar..

Blog Archive